Fiuh, walau sudah beberapa tahun lamanya menikah... Pak Suami yang sebelumnya tidak pernah turun gunung ke dapur, akhirnya turun gunung ke dapur (baca:memasak).
Lidah atau citarasa makanan suamiku ini relatif cukup tinggi. Jika kami berdua mencoba makan di tempat baru dengan beberapa menu andalannya, yang bagiku sudah cukup enak rasa makanannya. Bagi suamiku biasa saja. Jadi, jika suamiku sudah bilang suatu rasa masakan iti enak, pasti makanan itu uenaak banget bagi lidah orang biasa seperti aku.
Aku memang bukan tipikal orang yang suka memilih-milih makanan. Sepanjang makanan tersebut bukan rasa tidak enak maka bagiku semua makanan itu enak-enak saja.
Nah, hal ini berdampak kepada kemampuan memasakku yang hanya rasa "bukan tidak enak". Biasa saja rasanya. Bahkan terkadang agak kurang sedap karena aku suka tidak mengikuti resep dan menambah/mengurangi ini itu sedikit dan takaran yang juga kadang tidak pas sekali dengan resep.
Hingga suamiku kadang berpesan, sudah masaknya sesuai resep ya, jangan suka bereksperimen, tambah ini itu, kurang ini itu, kalau gak ada bahannya lengkap jangan dipaksakan dimasak, lengkapi semua dulu bahannya. Hihiho, suamiku tau saja, aku memasak bahan yang ada saja di kulkas.
Nah, anak-anakku pun sepertinya mewarisi kelihaian merasakan masakan seperti bapaknya. Fiuh, yang menjadikan aku harus extra belajar memasak. Supaya mereka doyan makan dan makannya banyak. Saat ini makannya segitu-gitu aja. Hiks, cenderung kurang malah.
Hingga akhirnya, pak suami turun gunung berganti peran di pagi hari memasak menu andalannya yaitu nasi goreng. Anak-anak doyan banget makannya. Tidak selahap kalo nasi goreng buatanku.
Bahkan pernah sekali waktu, karena bapaknya harus berangkat kantor pagi-pagi, sehingga tak sempat memasak nasi goreng dulu. Aku pun harus berkata ke si kecil ketika akan menyuapinya, "Ini nasi gorengnya." Si kecil masih acuh. Lalu kulanjutkan lagi, "Ayah yang masak loh."
Langsung dia mendekat membuka lebar mulutnya. Hahaha, hati ini bercampur senang dan sedih. Semang karena si adek mau makan namun disisi lain sedih karena si adek lebih memilih masakan buatan bapaknya.
Namun rasa tidak bisa bohong, suapan kedua, ketiga, keempat, mukanya berubah, akhirnya selesai di suapan kelima. Si adek tahu sepertinya bahwa itu bukan nasi goreng buatan ayahnya. Hahahahaha tapi gak apa apa 5 suap sudah masuk, itu sudah termasuk prestasi.
Moral of the story:
Menjadi Ibu bukan berarti otomatis jago masak. Walau sudah bertahun-tahun belajar masak dan praktek memasak kalau bukan bakatnya ya tetap akan kalah sama yang berbakat, walupun itu ayahnya yang baru pertama kali memasak langsung enak masakannya. Jadi tuker peran bolehlah yang jado tukang masak bapaknya aja di rumah. Ibunya legowo turun derajat jadi asisten yang motong-motong bahan, bawang, kupas-kupas aja.
#ODOP #23post #onedayonepost
Komentar
Posting Komentar