Berkendara dengan kendaraan umum, akan memperluas pemahaman kita akan hadirnya beraneka ragam jenis dan rupa kehidupan di luar sana.
Kali ini aku mengajak adik dan kakak berkeliling kota Semarang menggunakan Trans Semarang dan Trans Jateng. Apa bedanya? Trans Semarang hanya menghubungkan dalam kota Semarang sedangkan Trans Jateng menghubungkan dengan berbagai kabupaten Semarang di sekitar kota Semarang. Trans Jateng ada dengan trayek Bawen - Ungaran - Stasiun Tawang. Saat ini juga sudah ada tol dengan pintu keluar Bawen sebelum Salatiga dan setelah Ungaran, namun Trans Jateng ini melewati jalan non tol.
Tarifnya cukup murah hanya 3500 dan 1000 untuk anak-anak. Cara pembayarannya pun cukup berbeda dibandingkan Trans Jakarta. Jika Trans Jakarta wajib menggunakan e-money yang di tap pintu masuk setiap halte, kalau disini tiket dapat di beli di halte atau di atas bus dengan penjaganya. Penjaganya membawa alat kecil seperti kalkulator yang dapat menggeluarkan tiket.
Halte disini juga sangat minimalis (ada yang hanya tangga saja, ada yang terdapat atapnya, ukuran juga kecil) hanya halte besar/transit saja yang ada penjual tiketnya. Pembelian tiketnya pun cukup menawarkan beragam cara pembayaran, kita dapat membayar hampir dengan seluruh e-money yg dikeluarkan bank, Tcash, Gopay dan juga OVO.
Secara ukuran Trans Semarang dan Trans Jateng ini ukurannya lebjb kecil dari Trans Jakarta serta tidak ada yang bus gandeng. Namun pembagian tempat duduk jelas ke kiri pintu untuk laki-laki dengan jumlah tempat duduk sekitar 5 (dibelakang sopir) plus prioritas 1 yg dapat dilipat untuk yang menggunakan kursi roda. Sedangkan ke kanan pintu untuk para wanita dengan 1 kursi prioritas juga.
Ada hal yang menarik kudapati ketika sedang berkendara dengan bus ini. Banyak sekali nenek-nenek yang sudah sepuh ikut naik bus ini sambil membawa keranjang belanjaan atau jualannya yang diletakkan di bakul seperti bakul jamu gendong, khususnya di Trans Jateng. Sepertinya mereka kulakan di Semarang untuk kemudian dijual kembali di daerahnya. Para perempuan dengan sigap berdiri dan menawarkan tempat duduknya kepada para lansia ini tanpa harus diminta oleh para petugas.
Pembagian tempat duduk wanita dan pria ini sangat jelas, jika lansia wanita tidak dapat duduk maka perempuan muda yang berdiri walaupun kursi di tempat duduk pria ada yang kosong. Jadi para lansia pria pun juga tidak akan kehilangan haknya seperti yang sering aku lihat di kendaraan umum kota Jakarta, para lansia pria ini harus berebut tempat duduk juga dengan para perempuan. Karena seringkali kursi laki-laki atau prioritas diduduki wanita.
Bakul-bakul belanjaan pun juga diletakkan di tempat yang tidak ada kursinya namun bukan di jalan juga sehingga tidak menggangu lalu lalang naik dan turun penumpang.
Kakak dan adik sangat senang sekali bisa berkeliling kota menggunakan Bis Trans Semarang dan Bis Jateng ini. Katanya, beda ya naik bis sama naik mobil sendiri. Enak juga naik bis. Pemandangannya beda, katanya sambil terus melihat jalan dari jendela bis. Walaupun penuh, kami selalu ditawari tempat duduk oleh para perempuan muda yang sepertinya mahasiswi.
Sesekali kujelaskan kondisi sekeliling kepada kakak. Nanti kalau kakaksudah besar, kalau liat ada nenek atau kakek, dibantu ya, kayak mba itu tuh yang tadi memberi tempat duduk. Tadi kakak juga ditawari tempat duduk kan? Kok mama tidak dikasih tempat duduk? Kan mama masih kuat bediri, kalau nenek, kakek dan anak-anak kayak kakak kan tidak kuat berdiri makanya ditawari tempat duduk sama mba-mba yang sudah besar.
Melihat sekeliling para penumpang bis Trans ini, tanpa sadar akan membuka mata kita untuk tidak selalu melihat dan berkutat dengan segala keluh kesah akan kehidupan kita sendiri, karena nyata-nyata di depan mata kita masih banyak yang lebih kurang beruntung dibandingkan kita. Masih banyak yang di usia senjanya masih berjualan menempuh perjalanan jauh antar kota sambil membawa bakul berat berisi sayur mayur.
Begitulah kehidupan... Janganlah selalu melihat rumput tetangga yang lebih hijau, masih banyak semak belukar berduri disekitar kita yang kondisinya jauh lebih buruk dari kita.
#ODOP #nonfiksi #59thpost
Wah ternyata tetangga kota nih. Saya di Salatiganya 🙈
BalasHapusAku suka deh kalau di pulau Jawa kendaraan umum itu murah dan nyaman terutama Jogja dan Jawa tengah. Kalau Bandung dan Jakarta sama sih ruwet dan macet. Berharap banget Lampung bisa mencontoh Jogja dan Jawa tengah.
BalasHapusDilampung juga ada trans Lampung tapi mahal deh. Hehehehe jadi lebih memilih ojol.
Btw makasih ya ceritanya seru banget.
Akkk bikin kangen sama semarangggg, dulu 5 tahun pernah tinggal di kota ini
BalasHapusTrans semarang, transportasi andalanku dan teman kos kalau mau ngemall ke CL dan ciputra..hihi
BalasHapusAku di semarang 6 tahun mbak. Jadi kangen deh..
Pembelajaran untuk anak anak ya mbak. Kontekstual, langsung melihat contoh. Inshaallah putranya akan selalu mengingat
BalasHapusAamiin, setuju dengan ibu Endah
HapusRecommend buat transportasi nih, terimakasih wawasannya..
BalasHapusKendaraan yg selalu sy cari saat bepergian. Karena anak-anakpun nyaman dibuatnya. Tidak ada asap rokok, dan semuanya duduk dan berdiri dengan tertib... Klo di bandung namanya TMB (trans metro bandung)...
BalasHapuskalo aku boleh nambahin istilah, 'rumput tetangga memang terlihat hijau, tapi buah dirumah sudah siap dipanen'. hehee
BalasHapusPembelajaran hidup secara langsung pasti mengena
BalasHapusHalo, assalamu'alaikum Mbak. Salam kenaal 😊
BalasHapusTerharu sekali baca tulisan ini. Ternyata masih ada tempat penuh sesak dengan adab... dimana saya kayanya udah hopeless menemukannya apalagi di halan raya. Saya ingin ke Semarang dan naik Transnya 😅 terima kasih untuk tulisannya Mbak~
Beberapa bulan lalu ke Semarang. Pernah liat haltenya, tp belum tau busnya kyk gimana dan belum sempet naik 😂
BalasHapusDan tulisan ini endingnya ngena banget