Mata Anak Sering Perih? Begini Cara Efektif Mengatasi Mata Kering Tanpa Harus ke Dokter Beberapa waktu lalu, anak bungsuku yang masih kelas dua SD tiba-tiba menghentikan aktivitas menggambarnya di tablet dan mengeluh, “Ma, mataku perih banget.” Kakaknya yang duduk di kelas lima pun ikut menimpali, “Iya Ma, aku juga. Sering banget kalau habis nonton atau main HP, mataku kayak panas dan kering.” sumber: AI Microsoft Copilot Sebagai seorang ibu sekaligus penulis yang juga banyak menghabiskan waktu di depan layar, keluhan anak-anak ini langsung bikin aku waspada. Apalagi saat menyadari, aku pun sering merasakan hal yang sama. Mata sepet, perih, lelah , meski hanya duduk di rumah saja. Setelah mencari tahu lebih dalam, ternyata kami mengalami gejala yang umum dikenal sebagai mata kering . Kenali Tanda-tanda Mata Kering yang Sering Diabaikan Mata kering bukan sekadar masalah kecil. Gejalanya bisa terasa ringan hingga mengganggu aktivitas harian, terutama jika dibiarkan tanpa penanganan. ...
"Tidak ada kekuatan yang dapat menghancurkan persatuan, selama kita berdiri bersama." - Bhinneka Tunggal Ika
"Dalam catatan sejarah, kita dapat mengambil pelajaran berharga dari masa-masa kelam pemerintahan kolonial Belanda. Sering kali dikatakan bahwa Belanda menggunakan strategi 'divide et impera,' atau 'membagi dan menaklukkan.' Taktik ini melibatkan pemecahan kesatuan yang ada secara sengaja, sebuah taktik yang terbukti sangat efektif dalam menaklukkan kerajaan, baik yang kecil maupun besar, di bawah kekuasaan Belanda. Belanda akhirnya berhasil mempertahankan kendali atas Indonesia selama 350 tahun, sejak kedatangan pertama mereka di Batavia pada abad ke-17.
Strategi memecah belah ini, meskipun diterapkan secara perlahan, kini sekali lagi mengintai di tengah-tengah bangsa kita. Perbedaan politik, dan bahkan perbedaan apapun, dipersempit hingga menyebabkan perpecahan menjadi faksi-faksi yang berbeda, masing-masing merasa benci satu sama lain. Lebih lagi, penyebaran berita palsu dan informasi yang salah di internet menjadi bahan bakar yang memperdalam jurang antara persahabatan dan persaudaraan kita, saat kita terlibat dalam ejekan dan rasa benci saling-menyilangkan. Fenomena ini bahkan tidak mengecualikan warga negara termuda kita, karena remaja, beberapa di antaranya berusia 17 tahun dan memberikan suara mereka untuk pertama kalinya, terjebak dalam pusaran ejekan dan permusuhan saling-menyilangkan terhadap teman sebaya yang memiliki pandangan yang berbeda. Bahkan ada laporan tentang pendidik yang kehilangan pekerjaan mereka karena perbedaan politik dengan sekolah mereka.
Korban semakin banyak sejak pemilihan gubernur Jakarta dan pemilihan kepala daerah serentak kemarin. Sampai kapan sejarah akan berulang? Akankah kita sekali lagi menjadi korban dari strategi 'divide et impera' dalam pemilihan presiden yang akan datang? Harapan kita adalah bahwa rakyat Indonesia dapat mengambil pelajaran dari masa kolonial kita yang lalu dan mencegahnya kembali terjadi dalam zaman sekarang.
Waktu kita di dunia ini hanya sesaat. Sungguh disayangkan jika kita menyia-nyiakannya dengan terlibat dalam hujatan, ejekan, dan keyakinan bahwa pandangan atau afiliasi kita yang benar. Mari kita bertindak dengan tata krama, sesuai dengan peran kita. Setidaknya, sebagai warga negara Indonesia yang bertanggung jawab, mari kita tinggalkan penyebaran berita palsu dan informasi yang salah. Mari kita pilih kandidat presiden sesuai dengan hati nurani kita, tanpa menyalahkan atau mencoba meyakinkan mereka yang berbeda pandangan dengan kita. Biarkan pemilihan ini dilakukan dengan cara yang 'LUBER'—langsung, umum, bebas, dan rahasia. Jika setiap warga negara menjaga pilihannya untuk presiden tetap rahasia, kecenderungan untuk menghina, mencemooh, dan menyebar berita palsu akan berkurang dengan sendirinya.
Hidup ini hanya sekali, dan kita memilih presiden hanya sekali setiap lima tahun. Mari kita memilih sesuai dengan hati nurani kita, dan biarkan pilihan kita tetap menjadi rahasia yang hanya diketahui oleh kita dan Tuhan kita."
Pemilu Sarana Integrasi Bangsa
Saat kita lebih dalam ke dalam diskusi tentang keadaan bangsa kita, sangat penting untuk menganalisis implikasi dari strategi 'divide et impera' ini dalam politik Indonesia kontemporer. Dampaknya dari era kolonial tidak bisa dipungkiri, dan kebangkitannya mengancam jalinan sosial kita.
Devide et Impera
Pada intinya, 'divide et impera' adalah taktik yang digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk menjaga kendali dengan menciptakan pertikaian di antara yang diperintah. Dalam konteks pemerintahan kolonial Belanda, ini adalah strategi yang cerdik yang memanfaatkan perpecahan yang sudah ada di antara kerajaan-kerajaan dan Kesultanan di seluruh kepulauan Indonesia. Penguasa Belanda tahu bahwa dengan menabur perselisihan dan memanfaatkan perbedaan dalam budaya, agama, dan tata pemerintahan, mereka dapat melemahkan front yang bersatu terhadap dominasi kolonial mereka.
Melompat ke masa kini, kita melihat paralel yang mengkhawatirkan. Persatuan bangsa kita, yang dibangun melalui perjuangan leluhur kita, terancam oleh kekuatan yang memecah dalam politik kontemporer. Perbedaan dalam ideologi politik, keyakinan agama, dan latar belakang sosial telah dijadikan senjata untuk menanamkan perpecahan di antara warga negara kita. Konsekuensinya sangat serius, ketika persahabatan retak, keluarga terpecah, dan komunitas hancur.
Berita Bohong (Hoax)
Mungkin yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah penyebaran berita palsu dan informasi yang salah di era internet. Kebohongan menyebar seperti api, yang lebih memperdalam jurang antara faksi-faksi yang berbeda dalam masyarakat. Di era kelebihan informasi ini, membedakan kebenaran dari kebohongan telah menjadi tugas yang sulit. Sudah menjadi tugas setiap individu untuk menjadi konsumen informasi yang waspada dan untuk tidak berkontribusi dalam penyebaran kebohongan.
Kaum muda, khususnya, rentan terhadap kekuatan pemecah belah yang sedang bermain. Fenomena pemilih muda terlibat dalam pertukaran ejekan dan rasa benci dengan teman sebaya mereka sangat mengkhawatirkan. Alih-alih merangkul keragaman perspektif yang ditawarkan demokrasi, mereka terjebak dalam pusaran permusuhan, tidak dapat terlibat dalam diskusi sipil.
Lebih lagi, laporan tentang pendidik yang kehilangan pekerjaan mereka karena afiliasi politik mereka adalah hal yang sangat mengkhawatirkan. Pendidikan seharusnya menjadi ranah di mana dialog terbuka dan berpikir kritis didorong, bukan ditindas. Dampak yang mengerikan dari insiden-insiden tersebut terhadap kebebasan berbicara dan diskusi akademik tidak bisa dipungkiri.
Sangat penting bagi kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan konsekuensi dari perpecahan ini. Sampai kapan kita akan membiarkan sejarah berulang? Sampai kapan kita akan membiarkan kekuatan eksternal memanipulasi perbedaan kita demi keuntungan mereka? Ketika pemilihan presiden berikutnya semakin dekat, kita harus ingat pelajaran dari masa lalu. Kita harus berusaha untuk menjadi informasi, terlibat, dan bersatu sebagai bangsa.
Jadilah Pemilih Cerdas dalam Pemilu 2024
Hidup kita singkat, dan pilihan yang kita buat dalam politik memiliki dampak mendalam pada arah bangsa kita. Mari kita mendengar panggilan untuk bersatu dan beradab. Mari kita prioritaskan kesejahteraan bangsa kita di atas segala hal. Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita dapat memilih untuk mengangkat diri di atas retorika yang memecah belah, merangkul keragaman, dan berpartisipasi dalam proses demokrasi dengan martabat dan saling menghormati.
Pada akhirnya, kekuatan untuk melepaskan diri dari belenggu 'divide et impera' ada dalam diri kita. Ini adalah upaya kolektif, pilihan sadar untuk mengutamakan persatuan di atas perpecahan. Mari kita berjanji untuk menjadikan pemilihan yang akan datang sebagai cahaya harapan, bukti ketahanan kita sebagai bangsa. Biarkan suara kita tidak dilemparkan dalam kemarahan atau kebencian, tetapi dalam semangat kerjasama, pemahaman, dan cinta terhadap sesama warga negara kita.
Mahatma Gandhi, "Anda harus menjadi perubahan yang ingin Anda lihat di dunia."
Mari kita menjadi pembuat perubahan, pelindung persatuan, dan arsitek masa depan yang lebih cerah untuk Indonesia. Takdir kita ada dalam genggaman kita, dan bersama-sama, kita dapat memastikan bahwa bayangan 'divide et impera' diusir dari kisah bangsa kita, untuk tidak pernah kembali."
Komentar
Posting Komentar