Pada artikel sebelumnya Hidup di Perantauan (Part 1), aku sudah sharing 2 tips ala diriku Angrumaoshi cara bertahan hidup di Perantauan. Masih mau merantau? Sudah siapkah merantau?
Berikut aku tulis ulang ya keseluruhan tips supaya teman-teman tidak terlupa.
5 Tips Cara Bertahan Hidup di Perantauan Ala Angrumaoshi.
Make a friend (Perbanyak kenalan).
Prepare your savings (Siapkan dana darurat).
Know your new place (Kenali daerahmu).
Less Goods is Good (Perhatikan efisiensi dan efektifitas barang yang dimiliki).
Learn the Language (Belajar bahasa lokal).
3. Know your place (Kenali Daerahmu)
Via Google Maps dan Google Earth
Di era digital seperti ini, sangat terbantu ya untuk mengenal daerah tujuan rantau kita, bahkan sebelum kita menginjakkan kaki disana.
Kita dapat memanfaatkan google maps termasuk juga google earth. Kita dapat melihat-lihat situasi secara real di lokasi daerah rumah tempat kita tinggal di perantauan.
Begitu pula kita dapat melihat fasilitas umum terdekat seperti rumah sakit, sekolah, pasar/supermarket/minimarket, tempat ibadah, taman umum.
Ke- 5 tempat tersebut vital dan sebaiknya ada dalam jarak dibawah 5km dari tempat tinggal.
Sehingga ketika menentukan lokasi tempat rumah tinggal perlu menjadi perhatian apakah ke-5 tempat tersebut tersedia dan bagus fasilitasnya.
Live Tur Virtual Kota yang akan Dituju
Sering-seringlah mengikuti tur virtual pada kota tempat tujuan rantau kita. Tentunya beda melihat dan menjelajah google maps secara mandiri jika dibandingkan dengan mengikuti tur virtual yang dipandu dengan warga lokal disana.
Tur virtual ini sudah banyak tersedia di youtube, sudah banyak content creator youtube yang berbagi cerita tentang keseharian, budaya dan tempat-tempat vital di suatu daerahnya bukan hanya informasi tentang tempat wisatanya.
Bahkan tur virtual ini juga banyak diadakan secara langsung via zoom atau live youtube sehingga kita dapat bertanya langsung.
Biasanya yang menyelenggarakan tur virtual ini adalah komunitas perantau seperti Perhimpunan Pelajar Indonesia, atau perusahaan seperi perusahaan travel agent perusahaan agent pendidikan luar negeri, dan lain-lain.
Bertanya kepada orang/teman/relasi yang pernah atau sedang berdomisili di kota tujuan rantau kita.
Teman-teman dapat bertanya tentang hal-hal seperti biaya hidup, budaya disana, hal-hal yang tidak boleh dan boleh dilakukan berdasarkan norma/aturan disana, dan lain-lain.
Kenali cuaca dan musim di kota tujuan
Bagi kita yang tinggal di Indonesia dan hanya merasakan musim panas dan hujan maka ketika akan merantau ke kota atau negara lain yang mempunyai 4 musim tentu harus memperhatikan dan mempersiapkan banyak hal.
Walaupun hanya berpindah kota misal kota di pesisir pantai dan di pegunungan pun, persiapan terkait cuaca juga tidak boleh dilupakan.
Siap baju yang sesuai dengan kondisi cuaca dan musim, termasuk obat-obatan pribadi kita. Cari tau dan bawalah persediaan obat pribadi kita yang mungkin bisa saja tidak tersedia di kota tempat kita merantau.
4. Less Goods is Good (Perhatikan efisiensi dan efektifitas barang yang dimiliki).
Berdasarkan pengalamanku ketika sudah berpindah kota 2 kali, maka ketika berada di perantauan itu, aku menjadi menjadi berpikir 2x jika ingin membeli barang-barang.
Aku akan berpikir dan menanyakan diri sendiri pertanyaan-pertanyaan seperti ini:
Barang ini nanti mudah gak ya untuk aku bawa ketika pindah?
Barang ini mau aku letakkan dimana di rumah, masih ada tempatkah? (Aku biasanya mengkontrak/sewa rumah yang minimalis, supaya gak ribet membereskan karena aku memilih untuk tidak menggunakan asisten rumah tangga).
Barang ini murah (sedang diskon) tapi kualitasnya bagus gak? Masa pakainya cukup lamakah? Mudah rusakkah?
Kalau aku beli barang ini akan menambah sampah atau rongsokan gak ya?
Bisakah barang ini nanti ketika sudah tidak terpakai di 3R (Reuse, Recylce, Reduce)?
Apakah aku bisa bertanggung jawab dengan sampah-sampah yang akan aku hasilkan kelak jika banyak berbelanja barang-barang (khususnya yang berbahan plastik dll)? Tidak sekedar membuangnya di tempat sampah, karena plastik itu tidak mudah terurai.
Apakah aku akan merusak alam dengan membeli barang-barang ini?
Apakah jika aku membeli barang yang baru sudah ada barang di rumah yang lama yang akan aku donasikan/dibuang? Karena dibutuhkan tempat untuk menyimpan barang-barang baru tersebut.
Ketika bersiap-siap pindahan maka otomatis kita akan melakukan decluttering atau memilah barang mana yang masih akan kita pakai dan bawa.
Ketika melakukan decluttering tersebut barulah tersadar bahwa banyak sekali barang di rumah. Baik barang yang masih layak dipakai maupun yang sudah tidak layak.
Terkadang kita tanpa sadar menyimpan sampah di rumah seperti barang-barang yang sudah tidak dapat dipakai lagi bukan karena pemakaian tetapi karena usia didiamkan di dalam lemari. Kita lupa kita punya barang tersebut.
Sungguh sayang bukan, kita terbiasa menyimpan hingga tanpa sadar barang tersebut rusak atau sudah tidak layak pakai lagi. Padahal jika sedari awal kita tidak membelinya tentu akan membantu kita berhemat.
Atau pun jika sudah terlanjur dibeli dan kita tidak suka atau tidak mau menggunakannya lagi tentunya lebih baik didonasikan atau diberikan kepada yang membutuhkan.
Namun ada rasa sayang disana, sudah keluar uang masa diberikan orang, disimpan saja, mungkin butuh besok-besok. Hingga akhirnya berbulan-bulan bahkan tahunan hanya memenuhi lemari atau gudang saja hingga akhirnya rusak tak bermanfaat.
Rasa ingin memiliki inilah yang membuat kita ingin menyimpan, tidak ingin berbagi. Biarlah rusak tidak apa-apa. Aku kan tidak merugikan siapa-siapa. Mungkin tidak merugikan siapa-siapa tetapi yang pasti akan menyumbang jumlah sampah, dan sampah itu disimpan di dalam rumah.
Dan ketika sampah itu dibuang ke tempat sampah akan membuat tumpukan sampah semakin menggunung di TPA yang pada akhirnya merusak alam.
Akhirnya kini aku merasa bahwa minimalist itu lebih enak, rumah lebih lega, lebih hemat, lebih bermanfaat karena banyak barang didonasikan, bahkan terkadang barang preloved pun dapat dijual dan menambah penghasilan.
Melepas dan mengurangi rasa kepemilikan. Kalau bisa sewa mengapa harus memiliki 🙂 untuk barang-barang tertentu (misalnya mainan anak-anak yang memakan tempat dan berbahan plastik).
Dari seluruh anggota keluarga itu ternyata barang anak-anak itu paling banyak seperti mainan dan baju serta buku.
Si Ayah yang paling sedikit barangnya. Sejak dari awal menikah pun memang barang yang dia bawa sedikit dan juga tidak hobby belanja sih jadi ya barangnya tidak banyak.
Aku pun juga tidak banyak barangnya. Walaupun aku wanita yang mau tidak mau kalau dibandingkan pria pastinya jauh lebih banyak barangnya. Karena sepatu saja ada beberapa jenis (high heels, pantofel, sepatu olah raga dkk) belum juga jenis baju/tas yang jenisnya juga banyak, setiap kegiatan punya outfitnya tersendiri.
Belum lagi kalau kita tipikal orang yang dengan mudah menggemuk dan mengurus, jadi koleksi pakaian mulai dari S hingga XL tersedia di lemari wkwkwk.
Walau begitu bukan alasan untuk tidak melakukan decluttering, memiliah secara rutin barang yang masih akan digunakan dan yang akan disimpan atau didonasikan bahkan dibuang.
5. Learn the Language (Belajar bahasa lokal)
Belajar bahasa lokal jangan diremehkan. Walau kita sudah jago bahasa inggris atau bahasa indonesia, akan lebih baik lagi jika kita bisa bahasa lokal daerah rantau secara dasar saja minimal.
Sehingga ketika kita di tempat umum misalnya di pasar, terminal/stasiun, taman dan tempat lainnya kita dapat mengerti jika warga lokal berbicara dengan bahasa lokalnya.
Misal di pasar nih, kita jadi percaya diri untuk menawar dengan menggunakan bahasa lokal.
Orang-orang yang sudah senior juga biasanya cenderung hanya bisa berbahasa lokal saja, dan terkadang petugas di terminal/stasiun itu sudah senior jadi alangkah membantunya jika kita bisa bahasa lokal walau sedikit-sedikit.
Kita bisa mempelajari bahasa lokal sebelum kita sampai di kota tujuan. Banyak aplikasi bahasa di playstore yang dapat membantu kita untuk belajar bahasa minimal untuk percakapan umum sehari-sehari seperti aplikasi duolingo, dan lain-lain.
Walau sekarang sudah ada google translate yang cukup membantu disaat genting ketika harus berkomunikasi dengan bahasa lokal, akan lebih nyaman dan meningkatkan percaya diri serta kepercayaan orang lokal kepada kita ketika kita bisa bahasa lokal mereka. Orang lokal akan merasa dihargai dan bangga juga jika ada orang non lokal yang dapat berbahasa seperti mereka.
Nah, bagaimana menurut teman-teman tips cara bertahan hidup di perantauan ala Angrumaoshi, kalau ada tips lainnya boleh ya dishare di kolom komentar.
Hidup Para Perantau!
Kampung halaman boleh ditinggalkan
Namun kenangan tentangnya tak kan tergantikan.
Ini sangat bermanfaat sekali terlebih tips nya ini sangat realated sekali seperti memperbanyak pertemanan, mengenali kondisi medan. Intinya bisa beradaptasi sangat penting
BalasHapusSharing yanng sangat bermanfaat kakak, benar sekali bahasa lokal sangat penting ya kak. Pernah kami kebingungan tidak bisa bertanya pada warga lokal yang sudah senior heheh..
BalasHapusKetika merantau, gak hanya memperhatikan soal budaya daerah dan bagaimana berinteraksi ya kak, tetapi juga memperhatikan apakah barang-barang yang kita beli bener-bener baik dan berguna untuk ke depannya. Sebagai orang yang ingin jadi perantau (lagi) setelah setahunan lebih dikit enggak, saya menjadi diingatkan kembali. Nice article!
BalasHapusSaya pernah merasakan merantau kak. Tapi diantara 5 tips hanya satu yang susah saya lakukan. Yakni nomer 5. Hihi
BalasHapusAgak sulit bagi saya untuk mempelajari bahasa daerah tersebut.
Soal barang varang, biasanya memang barang punya anak anak yang paling banyak. Apalagi anak kan perubahan fisiknya cepat. Akhirnya jadi rajin beli pakaian deh.
BalasHapusSoal belajar bahasa dan budaya lokal memang penting banget. Apalagi kalau tinggalnya bukan sebulan dua bulan saja.
Terimakasih mba.. tulisannya berguna buat aku.
BalasHapusKarena mau hijrah juga dalam waktu dekat ini.
udah nonton youtube juga, untuk cari tau ttg daerah yang akan aku tuju
malah aku nonton di youtube juga gimana meminimalisir perabot, supaya gak ribet di kemudian hari ketika dipindahkan lagi...
Yang agak susah mnrt aku soal belajar bahasa lokal ini ....
Bener bangett kak. Untuk barang2 kayak mainan anak juga beberapa aku suka nyewa ketimbang beli hehe. Selain lebih variatif juga ngurangin sampah 😂
BalasHapusIya sih ya. Daripada beli trus menumpuk di rumah dan jadinya mubadzir, kenapa nggak sewa aja kalau mainan anak ya.
Hapuswow mantap! satu lagi yg perlu diingat, aku tidak membawa "diriku seutuhnya" ketika merantau. ada hal2 yg mungkin tidak masalah di kota kita sendiri, tetapi dikota lain itu adalah sebuah kewajiban, atau norma kesopanan yg perlu dianut, mungkin kadang teranggap sepele, tp itu sangat terasa bedanya 😅
BalasHapusTipsnya ngena banget buat mereka yang sedang dirantau, bener tuh belajar bahasa kadang perlu dipelajari setidaknya agar paham obrolannya yaak. Seruu yaa, hidup di perantauan, apalagi jaman now teknologi canggih segala dipermudaah.
BalasHapusDulu saya pingin merantau untuk ngerasain gimana sih tinggal sendiri atau mandiri di tempat yang jauh saat mau persiapan kuliah, tipsnya boleh juga nih dan mau saya terapin ntar jika mau ngerantau nanti
BalasHapusWah segudang tips untuk merantau sungguh suatu hal yang penting sekali untuk dipahami. Skg teknologi membantu kita bisa mengexplorasi sebelum merantau.
BalasHapusPersoalan barang relate banget sih. Saya sendiri paling malas beli barang-barang karena kalau nanti pindah bakal repot. Dan juga soal bahasa lokal penting sekali agar mudah membaur dan diterima masyarakat setempat. Prinsip di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung berlaku.
BalasHapusBagus sekali tulisannya, saya setuju banget
BalasHapusAlhamdullilah sekarang udah ada fasilitas GMap
Dulu, pertama merantau ke Bandung, sering banget kesasar
Sekarang, berkat aktif belajar bahasa Sunda saya betah di Bandung 😀😀
Tipsnya kece juga nih, kalau barang dirumah sih kebanyakan sustainable jadi gampang buat pindahan, kesulitan nya di adaptasi butuh waktu maklum pemalu kitaaa ðŸ¤
BalasHapusSaya dan orang tua saya juga dulu perantauan walau masih sama sama di indonesia dan satu kepulauan. Setuju perantau harus menguasai bahasa lokal karena ini sangat membantu kita dalam berkomunikasi dan mendapatkan apa yg kita butuhkan.
BalasHapusSaya belum pernah merantau sampai sekarang di usia 30 tahun. Hmmm,memang ada keinginan sih bisa stay lama di kota orang tapi belum kesempatan untuk itu. Inginnya sih bisa stay lama di negara orang untuk study program master. Tips merantau disini bisa banget dicoba apalagi saat ke pasar atau tempat umum yang banyak warga lokal sekalian bisa belajar bahasa lokalnya juga.
BalasHapusSaya pernah merantau walau hanya 6 bulan. Rasanya memang awal awal tidak betah tapi mau gimana lagi kalau ga gitu saya ga kerja dan dapat pengalaman. Semua dalam hidup harus dihadapi. Semangat mbaaak
BalasHapusMerantau memang sebuah pengalaman yang luar biasa, aku belum pernah merantau jauh dalam waktu lama palingan cuman traveling doang. Memang belum ada kesempatan sih bukannya ga mau hehe....
BalasHapusAku juga sudah 10 tahun merantau. Dan soal barang² ini benar sekali sih, aku yang nggak berpikir 2x ketika membeli barang. Lama-lama jadi numpuk, dan susah ketika mau pindah. Jadi tambah biaya, dan energi juga harus extra untuk mengangkut dan menata barang tersebut.
BalasHapusPertama kali saya merantau ke pulau lain, yang pertama saya pelajari adalah bagaimana cara tercepat mencapai bandara. Itu terbukti berhasil ketika kota tempat saya merantau itu diserang kabut asap persis pada hari terakhir saya di sana.
BalasHapusBersosialisasi sekaligus untuk mengenali lingkungan sekitar juga, sehingga tidak merasa asing dengan apa yang terjadi di luar sana
BalasHapusaku juga pernah merantau mbak, tapi emang yang susah itu yang mempelajari bahasa lokal, agak susah aku
BalasHapustapi emang enak ya klo bisa bahasa lokal, biar dikira orang lokal
Aku belum pernah merantau sampai ke luar negeri, tapi sejauh ini udah tinggal di 4 kota berbeda. Menurutku tips dari kamu masih related banget, Kak.. Yang paling susah bagiku sih mempelajari bahasa daerah hehee
BalasHapusnah aku udah jadi anak rantau sejak 2009, dan emang bener yaa, ngerasain banget pentingnya membangun pertemanan yang baik dari jaman kuliah sampe sekarang, alhamdulillah banyak orang baik yang bisa sama-sama saling bantu kalau lagi ada kesulitan
BalasHapusTipsnya kece banget, Teh. Persoalan efektivitas dan efisiensi itu baru kerasa banget setelah saya ngontrak rumah.
BalasHapusSaya merantau paling jauh hanya ke Bandung hehehe emang sih mengenal bahasa setempat wajib banget karena kalau belanja yang bisa ditawar lebih sering goal kalau bisa bahasa setempat hehehe
BalasHapusAku belum pernah merantau nih Kak, paling jauh ngekos di Bintaro sebulan karena ikut bimbel tes masuk STAN hahaha.
BalasHapus