Literasi Digital adalah kemampuan dasar mutlak yang harus dimiliki oleh setiap manusia yang terhubung dengan dunia maya, - Angrumaoshi -
Pengertian Literasi Digital
Pernah dengar Literasi Digital? Jujur, aku
pernah mendengarnya namun belum paham 100%. Kalau literasi keuangan/finansial dan
literasi baca tulis sudah cukup sering ya mendengarnya.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang Literasi
Digital, aku mau mengutip terlebih dahulu mengenai pengertian dari literasi yang
disebutkan di wikipedia.
“Literasi
adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan
individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah
pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.”
Nah ternyata, literasi itu ada banyak
jenisnya. Salah satunya adalah literasi digital. Tetapi apa saja sih
jenis-jenis literasi itu, berikut jenis literasi berdasarkan konsep literasi
dasar yang digunakan oleh Kemdikbud dalam gerakan literasi nasional
(gln.kemdikbud.go.id), :
- Literasi baca dan
tulis
- Literasi numerasi
- Literasi sains
- Literasi digital
- Literasi finansial
- Literasi budaya dan kewargaan
Masih berdasarkan Kemdikbud, pengertian
dari literasi digital adalah :
“Pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.”
Berdasarkan informasi yang aku dapatkan di wikipedia ternyata literasi digital juga termasuk merupakan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengkomunikasikan konten/informasi dengan kecakapan kognitif dan teknikal.
Digital literasi lebih cenderung pada hal hal yang terkait
dengan keterampilan teknis dan berfokus pada aspek kognitif dan sosial
emosional dalam dunia dan lingkungan digital.
Jadi, literasi digital ini muncul
sebagai respons dari adanya perkembangan teknologi dalam menggunakan media
untuk mendukung masyarakat memiliki kemampuan membaca serta meningkatkan
keinginan masyarakat untuk membaca.
Minat Baca dan Literasi Digital di Indonesia
Minat baca di Indonesia itu
tergolong rendah loh berdasarkan informasi yang disampaikan oleh kominfo melalui
artikelnya yang dipost pada website kominfo yang berjudul “Masyarakat Indonesia:
Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos” pada tahun 2017 silam. Pada artikel tersebut
didapatkan beberapa fakta berikut:
1. Menurut data UNESCO, minat
baca masyarakat Indonesia sangat rendah hanya 0,001% yang artinya, dari
1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.
Hal ini didukung
dengan Riset World’s Most Literate Nations Ranked dilakukan oleh
Central Connecticut State Univesity (Maret 2016), Indonesia berada pada posisi ke-60
dari 61 negara soal minat membaca, berada tepat di bawah Thailand (59) dan hanya
diatas 1 negara yaitu Bostwana (61).
Walau begitu, Muhammad
Syarif Bando sebagai Kepala Perpustakaan Nasional RI dalam webinar Literasi
Dalam Membangun Ekonomi Masyarakat, Selasa (20/10) menyatakan bahwa data
rendahnya tingkat literasi Indonesia itu
murni disebabkan oleh faktor rasio antara ketersediaan bacaan dengan jumlah
penduduk yang berbeda sangat jauh.
“Jika setiap tahun
perpustakaan hanya menyediakan 50 juta buku bacaan terbaru, secara de
facto ada kekurangan 217 juta buku (1 buku baru/orang) per tahun.
Sementara UNESCO menetapkan standar minimal 3 buku baru setiap orang per
tahun,” katanya.
Syarif juga
menjelaskan bahwa sejak tiga tahun terakhir, perpustakaan nasional sudah
menetapkan literasi yang menjadi tahapan untuk mencapai tingkatan literasi
global dengan membangun akses terhadap sumber informasi yang terpercaya dengan
jumlah yang cukup seperti membangun aplikasi perpustakaan digital.
Saat ini sudah
ada 1350 perpustakaan digital yang memungkinkan untuk diakses masyarakat Indonesia.
2. 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia
terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer
memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih
dari 100 juta orang.
Berkaca pada jumlah tersebut,
Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar
keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
3. Data wearesocial per Januari 2017 menyatakan orang Indonesia bisa
menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari.
4. Indonesia berada di urutan ke 5 dunia dalam hal tingkat kecerewetan di
media sosial. Jakarta adalah kota paling cerewet di dunia maya karena
sepanjang hari, aktivitas kicauan dari akun Twitternya (mencapai lebih dari 10
juta tweet setiap harinya) melebihi Tokyo, London, New York dan San Paulo. Bahkan
Bandung berada di posisi 6. Laporan ini berdasarkan hasil riset
Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris.
Jika fakta berkata demikian, maka tidak heran jika di Indonesia, hoax dapat tumbuh subur. Provokasi via sosial media pun benar-benar dapat menjadi pemicu kerusuhan dan terpecah belahnya NKRI di dunia nyata.
Dunia maya sangat tidak dapat disepelekan efeknya, khususnya dalam kecepatannya memberikan informasi kepada para netizen +62, terlepas apakah informasi tersebut hoax, fitnah atau pun opini yang sudah terpolarisasi. Like dan share dalam hitungan detik sudah memenuhi sosmed para netizen +62.
Untuk itulah pentingnya literasi digital bagi seluruh masyarakat Indonesia
khususnya bagi masyarakat Indoensia yang terhubung dan mempunyai akses dengan
internet.
Bahaya Rendahnya Tingkat Literasi Digital Indonesia
Minat baca yang rendah, ditambah dengan rendahnya tinfkat literasi digital Indonesia yang terlihat secara kasat mata, menumbuh suburkan adanya media fake news.
Reuters Institute menyebutkan, jurang terbesar saat ini justru adalah soal kepercayaan masyarakat terhadap media fake news versus media yang valid.
Faktanya memang begitu, diukur lewat Alexa.com beberapa media fake news bahkan bisa mengalahkan media mainstream seperti Antaranews dan Tempo.co.
Ya, selamat datang di Era Post-Truth! Post-Truth ini didefinisikan sebagai ‘berkaitan dengan atau merujuk kepada keadaan di mana fakta-fakta obyektif kurang berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibandingkan emosi dan keyakinan pribadi. Di era Post-Truth, orang tidak lagi mencari kebenaran dan fakta melainkan afirmasi dan konfirmasi dan dukungan atas keyakinan yang dimilikinya.
Memang kini banyak situs opini yang bias, menyerang, dan tendensius pada satu kelompok, mereka bisa mengambil hati dan perasaan pembaca dengan story-telling yang mereka buat. Kebenaran menjadi tidak penting.
Kredibilitas nama medianya apalagi, sudah tidak dilihat oleh masyarakat
kita yang malas baca dan cerewet tadi. Ketika media mainstream justru
berseberangan faktanya dengan media opini tersebut, masyarakat justru malah
berbalik menjadi tidak percaya terhadap media-media bernama besar itu.
Jadi yang mengganggu bukan hanya media sosial berisi hoax tapi juga media fake news yang menyebarkan opini yang terpolarisasi.
Aku dan Kamu dapat Berperan loh untuk
Meningkatkan Literasi Digital Indonesia
Caranya bagaimana? Mudah saja. Berdasarkan konsep
literasi digital yang digunakan oleh Kemdikbud dalam gerakan literasi nasional
(gln.kemdikbud.go.id), au dan kamu harus mempunyai sikap
seperti berikut ini:
1.
Kultural, yaitu
pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
2.
Kognitif, yaitu
daya pikir dalam menilai konten;
3.
Konstruktif, yaitu
reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual;
4.
Komunikatif, yaitu
memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
5.
Kepercayaan diri yang bertanggung
jawab;
6.
Kreatif,
melakukan hal baru dengan cara baru;
7. Kritis
dalam menyikapi konten; dan bertanggung jawab secara sosial
Aku dan kamu juga harus paham
dengan prinsip dasar untuk peningkatan literasi digital:
1.
Pemahaman untuk memahami konten
baik secara eksplisit dan implisit dari media.
2.
Adanya saling ketergantungan
antar media yang satu dengan media yang lain
3. Faktor sosial yang
sangat menentukan keberhasilan jangka panjang media yang dapat membentuk
ekosistem organik untuk mencari informasi, berbagi informasi, menyimpan
informasi dan akhirnya membentuk ulang media itu sendiri
4. Pentingnya kurasi atau
kemampuan untuk menilai sebuah informasi, menyimpannya agar dapat di akses
kembali.
Jadi langkah bayi apa yang dapat aku dan kamu
lakukan setelah memahami sikap dan prinsip dasar literasi digital diatas?
Aku akan coba menguraikan langkah-langkah bayi
yang biasa kulakukan:
- Tahan jempol untuk klik like, share dan
komen di sosial media, sebelum memastikan bahwa informasi tersebut 3B, Benar/Valid,
Bermanfaat bagi penerima, tidak terBuru-buru.
- Bantu menyebarkan
informasi yang benar di sosial media atas informasi Hoax diterima sebelumnya
(jangan diam saja).
- Berhubung aku adalah
seorang blogger, maka aku akan mengimplementasikan 3B tersebut diatas pada saat
aku akan menulis sebuah artikel blog.
- Hindari memberikan opini
yang terpolarisasi atau terlalu memihak pada suatu pihak secara obyektif.
- Mottoku adalah “Viral Belum tentu Benar, tapi yang Pasti Kamu harus Viralkan Kebenaran”.
- Selalu belajar dari mana saja supaya dapat kritis dalam menyikapi konten; dan membuat konten yang bertanggung jawab secara sosial, termasuk dengan mengkuti Kelas Growth Blogger 2 yang baru saja dimulai hari ini dengan pemateri Mba Gemaulani dengan materi pertama tentang Menulis dan Editing Blogspot.
Kalau kamu punya langkah bayi apa nih untuk meningkatkan literasi digital negeri tercinta kita ini?
Sebenarnya sih orang Indonesia mempunyai tingkat baca yang tinggi. Iya, baca Facebook. Namun, literasi kan nggak cuma baca melainkan juga memahami apa yang dibaca sehingga nggak langsung termakan berita yang menyesatkan. Nah itu yang masih kurang dari kita
BalasHapusBener ih. Dulu pernah bahas ini juga di blogku. Ada yang marah2 beli di marketplace kan. Karena lemari yg dikirim katanya ga sesuai, wkwkwkw taunya itu lemari barbie dong 😂😂🤣🤣🤣 saking orangnya malas bacaaaaa
BalasHapusKadang suka kesel sendiri juga, jelas2 judul film udah ditulis eh kolom komentar masih penuh aja pada nanya judulnya apa.
BalasHapusHhee, ya itulah kenyataannya. Sukanya pada buru2, ga mau merhatiin dulu.
Sepalat dama Kak Zen di atas. Waktu itu sedang diskusi dengan guru yang sedang mengusahakan saung literasi ada di sekolah. Guruku bilang, kalau literasi itu cukup luas. Tidak hanya menyoal membaca dan membaca buku saja.
BalasHapusButuh pemuda penggerak literasi ini. Karena masa depan di tangan para pemuda saat ini.
Wah saatnya kita bersinergi untuk meningkatkan kemampuan literasi digital. Mungkin hal ini bisa dimulai dari meningkatkan kemampuan literasi di keluarga. Misalnya dengan mengenalkan minat baca kepada anak kita.
BalasHapusMungkin data terakhir yang mereka punya data minat baca buku fisik. Klo digital kayaknya Indonesia udah melek banget. Secara platform menulis digital sekarang udah cukup banyak. Blogger juga jumlahnya udah lebih banyak dari tahun kemarin. (lupa baca dimana).
BalasHapusTemanku juga tuh malas baca. Pas aku transfer gaji ke dia, dia ga baca rincianku eh tanya ini itu trnyata udah aku bayarkan semua. Kadang memang kita harus sedikit memberi teguran agar sekeliling yg malas baca bisa tersadar
BalasHapusTingkat baca yang rendah mungkin karena dari kecil dibiasakan cuma bisa skill baca.. tapi tidak diajari untuk memahami bacaan dan menyampaikannya kembali ya.
BalasHapus
BalasHapusDuh....mau pengakuan dosa nih...
Sy pribadi jg pnurunan membaca, khususnya buku fisik🤦 (jgn ditiru) he he he
Wah sayang sekali ya kak, minat baca yang sangat rendah namun menjadi pengguna internet terbanyak. Literasi digital semoga mendorong agar memiliki minat baca yang besar
BalasHapusMiris juga ya, soal cuitan dan media sosial Indonesia punya peringkat yang lumayan bagus, tapi tingkat literasinya rendah. Kadang suka cek Twitter juga, ada sebagian cuitan yg mendidik tapi lebih banyak yang isinya hoaks aja
BalasHapusRendahnya literasi membuat hoax sangat mudah beredar di Indonesia..
BalasHapusSetuju. Ketika buku, majalah, koran dan lain-lain berubah jadi digital, berbentuk gambar dan video, minat baca pun berubah.
BalasHapusAncaman terbesar saat ini memang media fake news versus media valid. Banyak orang hanya memperhatikan judul dan terus menyimpulkan isinya. Memang semua harus bersinergi untuk mengantisipasi jurang ini sih. Balik lagi pola asuh juga mempengaruhi minat dan kebutuhan baca..
BalasHapusem....bener banget emang kita tuh susah banget untuk membaca lengkap dan ga sepotong-ptong. Baru baca separagraf padahal masih clickbait uda tarik kesimpulan aja
BalasHapusSaat minat baca rendah, maka kita perlu waspada masuknya berita2 bohong.
BalasHapusKarena untuk menyaring informasi akan susah akibat malas membaca.
Semangat terus ngeblognya ya kak
Minat baca emang butuh dipupuk, ya. Butuh sekedar model dan pembiasaan bagi kita. Apalagi ruang diskusi yang luas buat nambah insight bacaan kita. Ruang yang dimulai di keluarga. Sayang, hal ini masih jadi pr buat kita..
BalasHapusHiks, apalagi masih banyak yang asal baca judul, terus langsung seolah tahu isinya, bikin kesimpulan sendiri gitu
BalasHapusSayang ya kalai keaktifan masyarakat Indonesia tidak diiringi dengan literasi digital yang dimiliki. Akibatnya jadi banyak hoax, twittwar dan huru hara di sosial media.
BalasHapusPantas saja hoax tubuh subur di sekitar kita ya mba..karena kita memang masih di taraf darurat literasi termasuk literasi digital ini..hiks..
BalasHapusBetul banget mba, salah satu penyebab rendahnya minat baca juga karena kurangnya ketersediaan buku yang berkualitas. Ini aku rasakan banget di desaku
BalasHapusAku juga sudah sering nulis isu tentang minat baca orang Indonesia. Dan faktanya itu sebenernya justru minat baca cukup tinggi, cuma kebanyakan malas mengkritisi informasi. Kebanyakan hanya membacs tanpa mau paham makna yg dibaca.
BalasHapusWah dapat insight banyak nih tentang dunia literasi. Ternyata literasi bukan sekedar tentang membaca buku aja ya. Sedih juga dengan peringat membaca negeri kita. hiks peringkat 2 tapi dari bawah. Tingkat cerewetnya justru masuk lima besar ya ..
BalasHapusAku sepakat nih, viral belum tentu benar, tapi viralkan kebenaran. Next aku juga mau ikut gabung kelas growth ..
Walaupun kebanyakan orang sudah beralih ke digital, menurutku buku masih menjadi menarik bagiku. karena kalau baca di hp kadang suka buka2 yang lain, berbeda dengan buku bisa lebih fokus.
BalasHapusKesel sih sama brrita yang menyudutkan pihak tertentu
BalasHapusHindadi opini yang terpolarisasi alias objektif. Nggak mudah memang dan pastinya butuh waktu karena informasi tambahan yang bisa dijadikan pembanding akan banyak.
BalasHapusMelek literasi digital memang penting. Eh, butuh deng.
Sebagai blogger kita punya besar juga ya untuk membangun budaya literasi digital yang baik, ya dengan baca tulisan blogger salah satunya. Aku setuju dengan tips2nya. Viral blm tentu benar, bahkan yg kata org viral aku suka ketinggalan mulu.
BalasHapusSama kita kak"yang viral belum tentu benar" memang biasanya ada akun-akun buzzer yang sengaja di setting buat memviralkan suatu berita atau informasi tertentu. Makanya sebaiknya ceki-ceki dulu sebelum sharing dan percaya
BalasHapusLiterasi digital ini isu yang krusial banget kalo menurutku Mbaa. .. Di lingkaran kecil terdekat, kayak keluarga aja masih banyak kok yg kurang literasi nya, masih sering share berita2 hoaks di WAG dan malas membaca sampe akhir, jadinya berasumsi deh
BalasHapusKarena rentang perhatian orang sekarang juga makin pendek ya rasanya, jadi untuk berlama-lama mencerna dan mencari tahu terlebih dahulu sebelum menerima (dalam arti mengiyakan, menyetujui) kemudian meneruskan informasi pun kadang pada beralasan nggak telaten.
BalasHapusbener nih, mbak. Sekarang masyarakat +62 kebanyakan malas sekali membaca dan sangat mudah menjadi korban hoaks. Itulah kenapa literasi itu sangat penting di lakukan supaya mudah mencegah dari namanya hoaks
BalasHapusViral belum tentu benar,setuju banget! Tapi mirisnya masayarakat apalagi maaf, dengan tingkat pendidikan yang rendah biasanya cepat menyerap informasi tanpa disaring dulu.
BalasHapusMoto nya mantep kaa“Viral Belum tentu Benar. Kebanyan mah sekarang viraaal dulu masalah benar hihi nomer kesekian.
BalasHapusBerul banget mbak, literasi yang baik pastinya akan memberikan kualitas tulisan yang baik pula :)
BalasHapusTahun in8 memang ternyata sedang gencar-gencarnya menggaungkan literasi digital ya. Dan bukan cuma 1 literasi aja.
BalasHapusSemoga Indonesia bisa meningkatkan bukan hanya dunia baca, tapi juga hal lain yang bermanfaat ya mbak. Bukan cuma hal-hal viral yang unfaedah, huhu..
Sebagai blogger berarti kita kudu ngasih contoh tentang literasi digital yg baik ya? Wah tugas menantang nih. Hehe
BalasHapusSebenarnya nggak begitu setuju sih kalau minta baca di Indonesia 1 banding 1000. Miris banget ya. Mungkin orang-orang yang disurvey itu acak dan memang mereka nggak begitu suka membaca.
BalasHapusBener mbak literasi digital ini sangat penting...sekadar beli di online shop juga banyak cerita padahal jelas di deskripsinya tapi masih nanya di chat. Literasi digital juga penting supaya kita ga tenggalam di tsunami informasi jaman now ya
BalasHapusAku pun baru sadar bahwa literasi digital wajib di gaungkan agar lapisan masyarakat kita setidaknya paham dan jadi bijak bermain media sosial.
BalasHapusArtikel Males Baca Tapi Cerewet di Medsos ini nyentil bgt ya, klo aku mulai dari ngenalin buku ke anak sjak bayi nih mba, otomatis kitabjdi makin rajin membaca juga
BalasHapusjurang terbesar saat ini justru adalah soal kepercayaan masyarakat terhadap media fake news versus media yang valid.
BalasHapusKenapa kalimat ini bikin aku nyesek ya mbak. Kelihatan banget kalau masyarakat kita suka gampang termakan hoax. Makanya nilai literasi digitalnya rendah. Miris ya
jurang terbesar saat ini justru adalah soal kepercayaan masyarakat terhadap media fake news versus media yang valid.
BalasHapusKenapa kalimat ini bikin aku nyesek ya mbak. Kelihatan banget kalau masyarakat kita suka gampang termakan hoax. Makanya nilai literasi digitalnya rendah. Miris ya
setuju banget mba. kadang orang yang kurang literasi digital itu juga bisa jadi ancaman bagi orang lain.
BalasHapusCatat nih mba, kita harus membuat konten yang dapat dipertanggungjawabkan. Mengerikan sekali jika postingan yang kita share ternyata sumbernya tidak valid. Memang penting banget nih belajar Literasi Digital.
BalasHapusIndonesia masih parah bgt tentang literasi digitalnya ya kak.
BalasHapusHoax dimana mana euy
Tapi kita ga boleh patah semangat buat sebatik literasi yg baik sbg blogger ya mbak. Peran kita dibutuhkan juvaa
Iya ya orang Indonesia termasuk yang malas membaca.. kadang di artikel itu sudah dijelaskan secara lengkap tapi masih aja ada pertanyaan yang sebenarnya sudah ada jawabannya di artikel tersebut
BalasHapusSedih banget si memang kalo mau mengakui koperasi digital kita rendah banget padahal termasuk negara yg paling lama kontak sama dunia maya setiap harinya. Walhasil ya gitu deh asal baca judul main share ga pake tabayyun. Fake news dimana2
BalasHapusSekalipun banyak yang nyebar hoax, kita tetap tak gentar gencarkan konten positif ya Kak. Terima kasih sudah mengingatkan kembali pentingnya literasi digital.
BalasHapuskemudahan mengakses internet dengan harga kuota yang saling bersaing memang memudahkan user internet semakin meningkat. awareness terhadap literasi digital jadi sangat diperlukan, kalau tidak salah langkah dalam merespon informasi digital bisa berakibat fatal ya.
BalasHapusWah, miris ya mb dg kondisi rakyat Indonesia yg memiliki indeks baca yg rendah. Ditambah lg daya beli buku jg rendah, klop deh. Pdhl pemerintah sdh turun tangan ya.
BalasHapusDuh prihatin sama berita hoax di WA dan medsos, banyak yang percaya begitu saja padahal tidak ada sumbernya..terutama mamak-mamak nihh
BalasHapusAda banyak kejadian yang yuni temukan di medsos mengenai hoax. Kalau yuni sendiri sih, jika ada satu berita, yuni nggak buru-buru buat membagikannya. Kalau itu dirasa penting, ada baiknya mencari tahu dulu dari berbagai sumber. Kalau nggak ya paling diskip aja.
BalasHapusSetidaknya memulai dari diri sendiri dulu untuk meningkatkan literasi digital kita. Agar semakin sedikit hoax yang ada. Lama-kelamaan kalau bisa nggak ada hoax sama sekali. Heheheh
Alhamdulillah, setelah sekian lama beraktifitas digital, sekarang bisa dibilang termasuk cukup berani untuk mengingatkan orang lain. Terutama yang mengunggah konten-konten tidak nyaman.
BalasHapusMinimal ya, menyembunyikan dari linimasa atau dinding sosmed saya pribadi dulu.
Coba kecerewetan di media sosial tuh digunakan untuk menyebarkan kebaikan, tentunya bakalan istimewa ya kita semua. Sayangnya kok ya tingkat literasi digital masih rendah, percaya saja dengan yang viral dan malah memperbincangkannya.
BalasHapusPR banget bagi semua orang yang sudah paham tentang lika-liku dunia digital untuk terus menyebarkan kebaikan agar orang lain yang tingkat literasi digitalnya masih rendah bisa mulai makin paham, mana yang benar, bukan lagi mana yang viral.
Baru tadi ngobrol sama anak mbarep tentang kecerewetan orang Indonesia di medsos. Udah gitu masih belum bisa ngebedain mana dunia nyata dan dunia tipu tipu pula. Dan sebagian besar mereka adalah perempuan. Sedih aja sih
BalasHapusLiterasi memang luas cakupannya ya mbak, nggak cuma baca aja. Aku pun kadang heran misal ada konten yang nilai edukasinya dikit, tapi justru viral dan diikuti banyak orang. Harus pandai-pandai memilah informasi di media digita,l ya mbak
BalasHapusSedih memang kalau udah bicara fakta minat baca orang indonesia ini Mba, sebagai Ibu jadi PR sendiri biar anak saya suka membaca. Dan yang paling pnting ngga mudah termakan hoax belaka
BalasHapusAku auto sekilas teringat buku bang tere.
BalasHapusDaun jatuh tak pernah membenci angin.
Sekilas awalannya. Pas baca lanjutamnya tampaknya ada pesan parenting dari sisi si ibu ya.
Bahkan sosok bijak eyang yono juga